Partai politik
adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau
dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan
cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan
politik dan merebut kedudukan politik biasanya dengan cara konstitusionil untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan
mereka.
Pemilihan Umum
(Pemilu) adalah proses pemilihan
orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.
Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil
rakyat
di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala
desa.
Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi
jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini
kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.
Pemilu
merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak
memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi
massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara
demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi
dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus
selalu komunikator politik.
Dalam
Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah
para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa
kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari
pemungutan suara.
Setelah pemungutan
suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh
aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan
disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Sistem pemilu di Indonesia
tidak terlepas dari fungsi rekrutmen dalam sistem politik. Mengenai sistem
pemilu Norris menjelaskan bahwa rekrutmen seorang kandidat oleh partai politik
bergantung pada sistem pemilu yang berkembang di suatu negara. Di Indonesia,
pemilihan legislatif (DPR, DPRD I, dan DPRD II) menggunakan sistem proporsional
dengan daftar terbuka. Lewat sistem semacam ini, partai-partai politik
cenderung mencari kandidat yang populer sehingga punya elektabilitas yang
tinggi di mata para pemilih. Hal ini pula yang mendorong banyak artis
(sinetron, lawak, penyanyi) yang tergiur untuk bergabung ke dalam sebuah partai
politik.
ulisan ini akan membahas tentang masalah yang sangat berpengaruh terhadap
kepemimpinan pemerintahan suatu negara. Karena pada intinya masalah ini adalah
melahirkan seorang pemimpin yang akan memimpin negara selama lima (5) tahun
kedepan dan bagaimana negara ini akan berkembang dalam kepemimpinannya.
A.
Pemilu
Menurut teori demokrasi
klasik pemilu merupakan suatu Transmission
of Belt sehingga kekuasaan yang berasal dari rakyat dapat beralih menjadi
kekuasaan negara yang kemudian menjelma dalam bentuk wewenang pemerintah untuk
memerintah dan mengatur rakyat.
Berikut beberapa pernyataan beberapa para ahli mengenai pemilu:
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim: pemilihan umum tidak lain adalah suatu cara untuk memilih wakil-wakil
rakyat. Dan karenanya bagi suatu negara yang menyebut dirinya sebagai negara
demokrasi, pemilihan umum itu harus dilaksanakan dalam wakru-waktu tertentu.
Bagir Manan: Pemilhan umum
yang diadakan dalam siklus lima (5) tahun sekali merupakan saat atau momentum
memperlihatkan secara nyata dan langsung pemerintahan oleh rakyat. Pada saat
pemilihan umum itulah semua calon yang diingin duduk sebagai penyelenggara
negara dan pemerintahan bergantung sepenuhnya pada keinginan atau kehendak
rakyat.
B.
Sistem Pemilu
Sistem Pemilihan Umum
adalah metode yang mengatur dan memungkin warga negara memilih para wakil
rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan dengan prosedur dan aturan
merubah ( mentransformasi ) suara ke kursi dilembaga perwakilan. Mereka sendiri
maksudnya yang memilih maupun yang hendak dipilih merupakan bagian dari satu
entitas yang sama.
Terdapat komponen-komponen
atau bagian-bagian yang merupakan sistem tersendiri dalam melaksanakan
pemilihan umum, antara lain:
a. Sistem pemilihan.
b. Sistem pembagian daerah pemilihan.
c. Sistem hak pilih.
d. Sistem pencalonan.
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem
pemilihan umum,dengan berbagai variasinya. Akan tetapi, umumnya berkisar pada
dua prinsip pokok, yaitu:
1.
Sistem Pemilihan Mekanis
Dalam sistem ini, rakyat dipandang sebagai suatu massa
individu-individu yang sama. Individu-individu inilah sebagai pengendali hak
pilih dalam masing-masing mengeluarkan satu suara dalam tiap pemilihan umum
untuk satu lembaga perwakilan.
2.
Sistem pemilihan Organis
Dalam sistem organis, rakyat dipandang sebagai sejumlah
individu yang hidup bersama-sama dalam beraneka warna persekutuan hidup. Jadi
persekuuan-persekutuan itulah yang
diutamakan sebagai pengendali hak pilih.
C.
Sistem Pemilihan Umum
di Indonesia
Sampai tahun 2009 bangsa
indonesia sudah sepuluh kali pemilihan umum diselenggarakan, yaitu dari tahun
1955, 1971,1977, 1982, 1992, 1997, 2004 dan terakhir 2009. semua pemilihan umum
tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung
didalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum tersebut. Dari
pemilu yang telah dilaksanakan juga dapat diketahui adanya upaya untuk mencari
sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.
1.
Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pada masa ini pemilu dilaksanakan oleh kabinet Baharuddin
Harahap pada tahun 1955. Pada pemilu ini pemungutan suara dilakukan dua kali
yaitu yang pertama untuk memilih anggota DPR pada bulan September dan yang
kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang
digunakan pada masa ini adalah sistem proporsional.
Dalam pelaksanaannya
berlangsung dengan khidmat dan sangat demokratis tidak ada pembatasan
partai-partai dan tidak ada usaha dari pemerintah mengadakan intervensi
terhadap partai kampanye berjalan seru. Pemilu menghasilkan 27 partai dan satu
perorangan berjumlah total kursi 257 buah.
Namun stabilitas politik yang sangat diharapkan dari
pemilu tidak terwujud. Kabinet Ali (I dan II) yang memerintah selama dua tahun
dan yang terdiri atas koalisi tiga besar: Masyumi, PNI, dan NU ternyata tidak
kompak dalam menghadapi beberapa persoalan terutama yang terkait dengan
konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi
Parlementer berakhir.
2.
Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah pada bulan
November 1945 tentang kebebasan untuk mendirikan partai, Presiden Soekarno
mengurangi jumlah partai menjadi 10 buah saja. Di zaman Demokrasi Terpimpin
tidak diadakan pemilihan umum.
3.
Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Setelah runtuhnya rezim Demokrasi Terpimpin yang
semi-otoriter, masyarakat menaruh harapan untuk dapat mendirikan suatu sistem
politik yang demokrati dan stabil. Usaha yang dilakukan untuk mencapai harapan
tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan tentang
sistem distrik yang masih baru bagi bangsa Indonesia.
Pendapat
yang dihasilkan dari seminar tersebut menyatakan bahwa sistem distrik dapat
mengurangi jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan harapan
partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam usaha
meraih kursi dalam suatu distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan
akan membawa stabilitas politik dan pemerintah akan lebih berdaya untuk
melaksanakan kebijakan-kebijakannya, terutama di bidang ekonomi.
Karena gagal menyederhanakan
sistem partai lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto mulai mengadakan
beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang
dilakukan adalah mengadakan fusi diantara partai-partai, mengelompokkan
partai-partai dalam tiga golongan yaitu Golongan Spiritual (PPP), Golongan
Nasional (PDI), dan Golongan Karya (Golkar). Pemilihan umum tahun1977 diselenggarakan
dengan menyertakan tiga partai, dalam perolehan suara terbanyak Golkar selalu
memenangkannya.
4.
Zaman Reformasi
(1998- 2009)
Ada satu lembaga baru
di dalam lembaga legislatife, yaitu DPD ( dewan perwakilan daerah ). Untuk itu
pemilihan umum anggota DPD digunakan Sistem Distrik tetapi dengan wakil banyak
( 4 kursi untuk setiap propinsi). Untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD
digunakan system proposional dengan daftar terbuka, sehingga pemilih dapat
memberikan suaranya secara langsung kepada calon yang dipilih. Dan pada tahun
2004, untuk pertama kalinya diadakan pemilihan presiden dan wakil presiden
secara langsung, bukan melalui MPR lagi.
D.
Manfaat Pemilu
Pemilu dipandang sebagai bentuk paling nyata dari kedaulatan yang berada
di tangan rakyat serta wujud paling konkret partisipasi rakyat dalam
penyelenggaraan negara. Oleh karena itu,sistem dan penyelenggaraan pemilu
selalu menjadi perhatian utama karena melalui penataan, sistem dan kualitas
penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan
dari, oleh, dan untuk rakyat.
Penyelenggaraan
Pemilu sangatlah penting bagi suatu negara, hal ini disebabkan karena :
a. Pemilu merupakan
sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
b. Pemilu merupakan
sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional.
c. Pemilu merupakan
sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.
d. Pemilu merupakan
sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
E.
Kelebihan dan
Kelemahan Sistem Perwakilan Distrik dan Propesional
Pemilu memiliki berbagai macam sistem, tetapi ada dua sistem
yang merupakan prinsip dalam pemilu dan sistem ini termasuk dari sistem
pemilihan mekanis . Sistem tersebut adalah:
1. Sistem perwakilan distrik (satu daerah pemilihan memilih
satu wakil)
Didalam sistem
distrik satu wilayah kecil memilih satu wakil tunggal atas dasar suara
terbanyak, sistem distrik memiliki variasi, yakni :
a.
Firs past the post : sistem yang
menggunakan single memberdistrict dan pemilihan yang berpusat pada calon,
pemenagnya adalah calon yang memiliki suara terbanyak.
b.
The two round system : sistem ini
menggunakan putaran kedua sebagai landasan untuk menentukan pemenang pemilu. hal
ini dilakukan untuk menghasilkan pemenang yang memperoleh suara mayoritas.
c.
The alternative vote : sama seperti firs past the post bedanya para
pemilih diberi otoritas untuk menentukan preverensinya melalui penentuan
ranking terhadap calon-calon yang ada.
d.
block vote : para pemilih
memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang terdapat dalam daftar calon
tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang ada.
1)
Kelebihan Sistem Distrik
a) Sistem ini mendorong
terjadinya integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan yang diperebutkan
hanya satu.
b) Perpecahan partai dan
pembentukan partai baru dapat dihambat, bahkan dapat mendorong penyederhanaan
partai secara alami.
c) Distrik merupakan
daerah kecil, karena itu wakil terpilih dapat dikenali dengan baik oleh
komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.
d) Bagi partai besar,
lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.
e) Jumlah partai yang
terbatas membuat stabilitas politik mudah diciptakan
2)
Kelemahan Sistem Distrik
a) Ada kesenjangan
persentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi di partai, hal ini
menyebabkan partai besar lebih berkuasa.
b) Partai kecil dan
minoritas merugi karena sistem ini membuat banyak suara terbuang.
c) Sistem ini kurang
mewakili kepentingan masyarakat heterogen dan pluralis.
d) Wakil rakyat terpilih
cenderung memerhatikan kepentingan daerahnya daripada kepentingan nasional.
2. Sistem perwakilan
proposional (satu daerah
pemilihan memilih beberapa wakil)
Sistem perwakilan
proposional ialah sistem, di mana kursi-kursi di lembaga perwakilan rakyat
dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, disesuaikan dengan prosentase atau
pertimbangan jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik. Sistem ini
juga disebut perwakilan berimbang atau multi member constituenty. ada dua macam
sitem di dalam sitem proporsional, yakni ;
a. list proportional representation : disini
partai-partai peserta pemilu menunjukan daftar calon yang diajukan, para
pemilih cukup memilih partai. alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut
yang sudah ada.
b. the single transferable vote : para pemilih di
beri otoritas untuk menentukan preferensinya. pemenangnya didasarkan atas
penggunaan kota.
1)
Kelebihan Sistem Proposional
a) Dianggap lebih
mewakili suara rakyat karena perolehan suara partai sama dengan persentase
kursinya di parlemen.
b) Setiap suara dihitung
dan tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil dan minoritas bisa mendapat
kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Hal ini sangat mewakili
masyarakat heterogen dan pluralis.
2)
Kelemahan Sistem Proposional
a) Berbeda dengan sistem
distrik, sistem proporsional kurang mendukung integrasi partai politik. Jumlah
partai yang terus bertambah menghambat integrasi partai.
b) Wakil rakyat kurang
akrab dengan pemilihnya, tapi lebih akrab dengan partainya. Hal ini memberikan
kedudukan kuat pada pimpinan partai untuk memilih wakilnya di parlemen.
c) Banyaknya partai yang
bersaing menyebabkan kesulitan bagi suatu partai untuk menjadi mayoritas.
d) Perbedaan pokok
antara sistem distrik dan proporsional adalah bahwa cara menghitung perolehan
suara dapat menghasilkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen
bagi masing-masing partai politik.
F.
Kelemahan Sistem
Pemilu yang Memberikan Peluang Money Politic
Money politic
(politik uang) merupakan uang maupun barang yang diberikan untuk menyoggok atau
memengaruhi keputusan masyarakat agar memilih partai atau perorangan tersebut
dalam pemilu, padahal praktek money
politic merupakan praktek yang sangat bertentangan dengan nilai demokrasi.
Lemahnya
Undang-Undang dalam memberikan sanksi tegas terhadap pelaku money politic
membuat praktek money politic ini menjamur luas di masyarakat. Maraknya praktek
money politic ini disebabkan pula karena lemahnya Undang-Undang dalam
mengantisipasi terjadinya praktek tersebut.
Padahal praktek money
politic ini telah hadir dari zaman orde baru tetapi sampai saat ini masih
banyak hambatan untuk menciptakan sistem pemilu yang benar-benar anti money
politic.
Praktek money politic
ini sungguh misterius karena sulitnya mencari data untuk membuktikan sumber
praktek tersebut, namun ironisnya
praktek money politic ini sudah menjadi kebiasaan dan rahasia umum di
masyarakat. Real-nya Sistem demokrasi pemilu di Indonesia masih harus banyak
perbaikan, jauh berbeda dibandingkan sistem pemilu demokrasi di Amerika yang
sudah matang.
Hambatan terbesar
dalam pelaksanaan pemilu demokrasi di Indonesia yaitu masih tertanamnya budaya
paternalistik di kalangan elit politik. Elit-elit politik tersebut menggunakan
kekuasaan dan uang untuk melakukan pembodohan dan kebohongan terhadap
masyarakat dalam mencapai kemenangan politik. Dewasanya, saat ini banyak muncul
kasus-kasus masalah Pilkada yang diputuskan melalui lembaga peradilan Mahkamah
Konstitusi (MK) karena pelanggaran nilai demokrasi dan tujuan Pilkada langsung.
Hal itu membuktikan betapa terpuruknya sistem pemilu di Indonesia yang
memerlukan penanganan yang lebih serius.
1. Solusi Mengatasi Money Politic
Kita sebagai
masyarakat harus ikut berpartisipasi untuk mengkaji keputusan Mahkamah
Konstitusi dalam menyelesaikan kasus-kasus pemillu agar tidak menyimpang dari
peraturan hukum yang berlaku. Calon-calon pada pemilu juga harus komitmen untuk
benar-benar tidak melakukan praktek money politik dan apabila terbukti
melakukan maka seharusnya didiskualifikasi saja.
Bentuk Undang-Undang yang kuat untuk
mengantisipasi terjadinya money politic dengan penanganan serius untuk
memperbaiki bangsa ini, misalnya membentuk badan khusus independen untuk
mengawasai calon-calon pemilu agar menaati peraturan terutama untuk tidak
melakukan money politic.
Sebaiknya secara
transparan dikemukan kepada publik sumber pendanaan kampaye oleh pihak-pihak
yang mendanai tersebut. Transparan pula mengungkapkan tujuan mengapa mendanai
suatu partai atau perorangan, lalu sebaiknya dibatasi oleh hukum mengenai biaya
kampanye agar tidak berlebihan mengeluarkan biaya sehingga terhindar dari
tindak pencarian pendanaan yang melanggar Undang-Undang. Misalnya, anggota legislatif
yang terpilih tersebut membuat peraturan Undang-Undang yang memihak pada
pihak-pihak tertentu khususnya pihak yang mendanai partai atau perorangan dalam
kampanye tersebut.
Sadarilah apabila
kita salam memilih pemimpin akan berakibat fatal karena dapat menyengsarakan
rakyatnya. Sebaiknya pemerintah mengadakan sosialisasi pemilu yang bersih dan
bebas money politic kepada masyarakat luas agar tingkat partisipasi masyarakat
dalam demokrasi secara langsung meningkat.
Perlu keseriusan dalam penyuluhan pendidikan
politik kepada masyarakat dengan penanaman nilai yang aman, damai, jujur dan
kondusif dalam memilih. Hal tersebut dapat membantu menyadarkan masyarakat
untuk memilih berdasarkan hati nurani tanpa tergiur dengan praktek money
politic yang dapat menghancurkan demokrasi.
G. Asas
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "Luber"
yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia".
Asal "Luber" sudah ada sejak zaman Orde
Baru.
Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan
tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga
negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih
diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian
Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya
diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas
"Jurdil" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil".
Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai
dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak
dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai
yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah
perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada
pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu.
Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu,
tetapi juga penyelenggara pemilu.
H. Jadwal
Posisi
|
2014
|
2015
|
2016
|
2017
|
2018
|
2019
|
Presiden dan wakil
presiden
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
|||
DPD
|
||||||
DPR
|
||||||
Gubernur dan wakil
gubernur
|
Lampung, Gorontalo
|
Jambi, Bengkulu,
Kepri, Kalteng, Kaltim, Sulut
|
Sulteng, Sulbar,
Papua, Pabar
|
Jakarta
|
Sumsel, Bali
|
Lampung, Gorontalo,
Jambi
|
Walikota/Bupati dan
wakil walikota/bupati
|
Tidak
|
Banda Aceh, Bandar
Lampung, Palangkaraya, Surakarta
|
Semarang, Bogor,
Ciberon, Padang, Dumai
|
Medan
|
Palembang, Batam
|
Surabaya, Bandung,
Tanggerang
|
Jika
RUU Pemilu disahkan menjadi UU Pemilu maka:
Posisi
|
2014
|
2015
|
2016
|
2017
|
2018
|
2019
|
Type
|
Presiden
(Juli&September)
DPD&DPR (April) |
Tidak
|
Presiden (September
& Oktober)
DPR (April) DPD (Juli) |
|||
Presiden dan wakil
presiden
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
|||
DPD
|
||||||
DPR
|
||||||
Gubernur dan wakil
gubernur
|
Lampung, Gorontalo
|
Jambi, Bengkulu,
Kepri, Kalteng, Kaltim, Sulut
|
Sulteng, Sulbar,
Papua, Pabar
|
Jakarta
|
Sumsel, Bali
|
Lampung, Gorontalo,
Jambi
|
Walikota/Bupati dan
wakil walikota/bupati
|
Tidak
|
Banda Aceh, Bandar
Lampung, Palangkaraya, Surakarta
|
Semarang, Bogor,
Cirebon, Padang, Dumai
|
Medan
|
Palembang, Batam
|
Surabaya, Bandung,
Tanggerang
|
Keterangan:
a. Tahun 2019 Pemilihan
Umum dilakukan serentak untuk semua jenis di seluruh wilayah.
b. Pilkada pada tahun 2017
serta 2018 dimundurkan dan tahun 2020 serta 2021 dimajukan pada tahun 2019
serta Setiap Tahun.
Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilihan umum untuk semua
jenis digelar serentak pada tahun 2019.
I.
Komponen sistem pemilu
Pemilu
|
Terbuka/tertutup
|
Distrik/proporsional/campuran
|
1955
|
tertutup
|
proporsional
|
1971
|
||
1977
|
||
1982
|
||
1987
|
||
1992
|
||
1997
|
||
1999
|
||
2004
|
terbuka
|
campuran
|
2009
|
||
2014
|
J. Penetapan hasil
pemilu
Pemilihan
|
Putaran
pertama
|
Putaran
kedua
|
Presiden dan wakil
presiden
|
Minimal 50%
|
Minimal 50%
|
Kepala daerah dan
wakil kepala daerah
|
Minimal 30%
|
|
DPR
|
Suara terbanyak
(batas ambang 2,5%) |
n/a
|
DPRD
|
||
DPD
|
Suara terbanyak
|
K. Jumlah kepimpinan
yang dipilih rakyat
Pemilihan
|
Total
|
Presiden
|
2
|
Gubernur
|
64
|
Walikota/Bupati
|
1022
|
DPR
|
560
|
DPRD
|
20 per
kabupaten/kota
|
DPD
|
4 per provinsi
|
DPRA
|
70
|
Komentar
Posting Komentar