BAB
I
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas suatu bangsa. Di massa
reformasi yang juga diikuti oleh pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan
Undang-Undang nomor 2 tahun 1999 serta Undang-undang nomor 25 tentang perimbangan
keuangan pusat dan daerah memiliki dampak logis pada kewenangan daerah yang
semakin otonom, termasuk di dalamnya menyangkut Pendidikan. Pendidikan adalah
salah satu investasi yang akan menghasilkan manusia-manusia yang memiliki
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pembangunan suatu
bangsa. Yang memiliki mutu dan kualitas serta manfaat (benefit) individu,
social atau institusional akan diperoleh secara bervariasi. Akan tetapi,
manfaat individual tidak akan diperoleh secara cepat (quick yielding), tetapi
perlu waktu yang cukup lama, bahkan bisa satu generasi bidang pendidikan.
Maksudnya dalam hal ini adalah sistem yang berkesinambungan dan berkelanjutan
(continue).
Pendidikan
juga tidak bisa dilepaskan oleh sistem cara kerja dalam implementasi
(penerapannya) terhadap suatu manajemen yang juga sebagai pendukung sistem
pendidikan dalam pengaplikasian kurikulum yang sifatnya tidak tetap dan selalu
berubah-ubah. Namun, hal tersebut terjadi karena demi kepentingan serta
kebaikan bersama dalam mewujudkan visi dan misi demi mencapai suatu hasil yang
optimal, dalam hal ini khususnya dunia pendidikan untuk generasi muda yang
berkualitas dan mampu bersaing dalam dunia globalisasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2. 1 Pengertian Kurikulum
Kurikulum merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya
disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Kompetensi perlu dicapai
secara tuntas (belajar tuntas). Kurikulum dilaksanakan dalam rangka membantu
anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi
moral dan nilai-nilai agama, sosialemosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik,
kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar. Kompetensi Dasar
merupakan pengembangan potensi-potensi perkembangan pada anak yang diwujudkan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan usianya berupa
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dapat dikenali melalui
sejumlah hasil belajar dan indikator yang dapat diukur dan diamati.
Hasil Belajar merupakan cerminan
kemampuan anak yang dicapai dari suatu tahapan pengalaman belajar dalam satu
kompetensi dasar. Indikator merupakan hasil belajar yang lebih spesifik dan
terukur dalam satu kompetensi dasar. Apabila serangkaian indikator dalam satu
kompetensi dasar sudah tercapai, berarti target kompetensi dasar tersebut sudah
terpenuhi. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum
berisi seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dan cara pencapaiannya disesuaikan
dengan keadaan dan kemampuan daerah dan sekolah.
Dalam hal ini diversifikasi
kurikulum diperlukan mengingat keberagaman karakteristik peserta didik, daerah
dan sekolah sehingga cara penyampaian dan pencapaian kompetensi harus
disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah dan sekolah, Jadi, pengertian
diversifikasi kurikulum adalah pelayanan pendidikan dengan cara menyesuaikan,
memperluas, dan memperdalam kompetensi dan materi pelajaran dalam rangka untuk
melayani keberagaman penyelenggaraan satuan pendidikan, kebutuhan serta
kemampuan daerah dan sekolah ditinjau dari segi geografis, budaya, serta
kemampuan, kebutuhan dan minat serta potensi peserta didik. Diversifikasi
kurikulum yang melayani keberagaman kemampuan peserta didik ini dikelompokkan
ke dalam: normal, sedang, dan rendah.
Diversifikasi kurikulum yang
melayani minat peserta didik dan kebutuhan daerah dirancang oleh daerah dan
sekolah. Diversifikasi kurikulum juga dilaksanakan untuk melayani peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
adanya kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/ atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa. Diversifikasi kurikulum juga perlu dilaksanakan
untuk melayani peserta didik dari daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat
adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak
mampu dari segi ekonomi
Dalam Undang Undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 angka 19 disebutkan bahwa
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran, teknik penilaian, serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional telah
menetapkan Standar Isi dan Standar Kompetensi lulusan, yang meliputi Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Untuk pengembangan kurikulum
selanjutnya diserahkan pada satuan pendidikan masing-masing yang nantinya
dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Substansi pengembangan
kurikulum yang lebih rinci dilakukan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan,
Standar Kelompok Mata Pelajaran, dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran.
Kurikulum ini dikembangkan di tingkat satuan pendidikan dengan mengingat
kondisi daerah dan kondisi kemampuan peserta didik.
2.
2 Pengertian Nilai Rujukan Kurikulum (Curriculum Value Orientations)
Nilai rujukan (value orientations) pada dasarnya
merupakan seperangkat keaykinan, nilai dan gagasan yang dijadikan kerangka
pikir untuk perncanaan kurikulum dan yang mendasari tindakan pada semua tahap
pengembangan kurikulum. Dalam konteks pengembangan kurikulum, value orientations dapat dibagi menjadi
dua kategori:
·
Nilai Rujukan Kurikulum (curriculum value orientations)
·
Nilai Rujukan Kurikulum Guru (Teacher’s curriculum value orientations)
atau sering disederhankan istilahnya dengan sebutan nilai rujukan guru
atau teacher value orientation (TVO)
Istilah nilai
rujukan kurikulum (curriculum value
orientations) diartikan sebagai nilai rujukan yang digunakan dalam rangka
mengembangkan ide dan dokumen kurikulum oleh para pembuat kebijakan dan
pengembang kurikulum pada tingkat nasional (Jewett, Ennis dan Bain, 1995:23;
Hasan, 2001:4). Sementara itu istilah nilai rujukan guru (Teacher’s curriculum value orientations) diartikan sebagai nilai
rujukan yang digunakan untuk mengembangkan proses implementasi kurikulum oleh
para pelaksana kurikulum pada tingkat satuan pendidikan atau sekolah dan
sifatnya individual.
Istilah nilai
rujukan kurikulum (curriculum value
orientations) di Indonesia dapat kita temukan dalam buku “Konsep Pendidikan
Kecakapan Hidup” yang disebut dengan istilah “orientasi pendidikan” dan orientasi pendidikan tersebut
penekanannya pada kecakapan hidup atau life
skills.
Sebagai nilai
yang sifatnya individual, tidak mengherankan apabila nilai rujukan guru tidak
sejalan dengan nilai rujukan kurikulum sebagaimana diharapkan oleh para pengembang
kurikulum tingkat nasional. Mc Neil (1990: 103) dan Hasan (2001:7)
mengemukakan, kurikulum sebagai proses dapat merupakan kurikulum yang berbeda
sama sekali dengan keduanya (kurikulum sebagai ide dan kurikulum sebagai
dokumen). Demikian juga tidak terlalu mengherankan apabila dalam kenyataan
menunjukkan bahwa setiap guru memiliki nilai rujukan yang berbeda312 Cakrawala
Pendidikan.
Jewet (1994:62)
mengembangkan nilai rujukan guru pendidikan jasmani (penjas) ke dalam lima
kategori, yaitu social reconstruction,
disciplinary mastery, learning process, self actualization, dan ecological
integration. Secara garis besar deskripsi dari masing-masing nilai rujukan
tersebut adalah sebagai berikut.
2. 2. 1 Disciplinary mastery
Merupakan nilai
rujukan yang paling tradisional yang menempatkan prioritas utamanya pada
penguasaan subject matter. Contoh: model pendidikan gerak (Rink, 2002), model
pendidikan kebugaran (Aliance American for Health, Physical Education,
Recreation, and Dance, 1999); Teaching Children Games (Belka (1994), dan Sport
Education (Siedentop, 1994).
2. 2. 2 Social reconstruction
Merupakan nilai
rujukan yang menempatkan prioritas utamanya pada penguasaan keterampilan
soaial, kerjasama dan kepemimpinan, pada saat sekarang lebih diarahkan pada
pemecahan masalah diskriminasiras, tingkatan sosial, gender, physical ability,
dan penampilan fisik.
2. 2. 3 The learning process
Lebih
menekankan pada proses belajar. Nilai rujukan ini didasarkan pada premis yang
menyatakan bahwa oleh karena volume pengetahuan yang besar dan perubahan yang
cepat akibat teknologi, maka pengembangan keterampilan proses untuk terus
belajar sama pentingnya dengan pengembangan keterampilan apa yang
dipelajari.
2. 2. 4 Self-actualization
Merupakan suatu
nilai rujukan yang terpusat pada siswa yang menekankan pada otonomi individu,
pertumbuhan individu, dan penentuan arah individu sendiri. Keputusankeputusan
pembelajaran difokuskan sekitar untuk membantu siswa meraih potensinya (Jewet,
1994:57).
2. 2. 5 Ecological integration
Pada dasarnya
menempatkan self-actualization sebagai bagian yang integral dari lingkungan
yang selalu berubah secara konstan. Belajar diperoleh melalui kerjasama dengan
orang lain di dalam sebuah lingkungan tertentu untuk membantu siswa menciptakan
kehidupan di masa yang akan datang yang akan dilaluinya. Contoh model kurikulum
Penjas yang didasarkan pada nilai rujukan ini adalah The Personal Meaning
(Jewett, 1994:61; Jewett, Bain, dan Ennis, 1995:35).
Nilai rujukan
kurikulum (curriculum value orientations)
di Indonesia di 313 Determinan terhadap Kecenderungan Nilai Rujukan Guru
Pendidikan Jasmani disebut dengan istilah “orientasi pendidikan” (Depdiknas,
2003a:9). Orientasi pendidikan tersebut penekanannya pada Life Skills atau kecakapan hidup yang diartikan sebagai “kemampuan
dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif
dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya” (Depdiknas,
2003a: 10).
Kecakapan hidup
ini di dalamnya terdiri dari empat dimensi, yaitu: kecakapan personal, sosial,
akademik dan kecakapan profesional/vokasional. Komponen kecakapan hidup ini
sama dengan komponen kompetensi sebagaimana tertera dalam Kepmen No. 19 Tahun
2005. Dalam buku konsep pendidikan kecakapan hidup (Depdiknas, 2003a:9),
dominasi nilai rujukan penjas di Indonesia dideskripsikan bahwa di Sekolah
Dasar sebagian besar pendidikan difokuskan pada pembekalan kecakapan generik
(kecakapan social dan personal) dan sebagian kecil pada pembekalan kecakapan
spesifik (kecakapan akademik dan vokasional).
2. 3 Dimensi Nilai Rujukan Kurikulum
McNeil (1990) dalam bukunya Curriculum: Comprehensive Introduction, mengungkapkannya
dalam istilah “Conceptions of Curriculum”
dan mengklasifikasikan nilai rujukan ke dalam empat dimensi yaitu: humanistic, social reconstructionst,
technological, dan academic.
2. 3. 1 Nilai Rujukan Humanistic
Terfokus pada pengembangan otonomi,
integritas, dan pertumbuhan masing-masing individu. Aktualisasi diri individu
siswa merupakan inti dari nilai rujukan humanistic.
Sumber kurikulum humanistic lebih
cenderung menekankan pada individunya.
2. 3. 2 Nilai Rujukan Social
Reconstructionist
Pada usaha mempersiapkan siswa untuk
dapat memecahkan berbagai masalah serius dalam kehidupan manusia sehingga dapat
memperbaiki kehidupan masyarakat dan menghasilkan kehidupan masa depan
masyarakat yang lebih baik. Social
reconstructionist berkeyakinan bahwa masalah kehidupan masyarakat bukan
hanya merupakan perhatian social studies melainkan
juga merupakan perhatian dari semua disiplin ilmu. Oleh karena
itu, disiplin ilmu tersebut harus terkait dengan masalah kehidupan social dan
ditekankan dalam kurikulum. Sumber kurikulum social reconstructionist sesuai dengan namanya lebih menekankan
pada masyarakat.
2. 3. 3 Nilai Rujukan Technoligical
Cenderung terfokus pada bagaimana
mengajar dari pada apa yang harus diajarkan. Tujuan utamanya adalah menemukan
alat yang efektif dan efisien untuk meraih tujuan akhir. Keputusan mengenai apa
yang harus diajarkan diarih melalui analisis apa yang diperlukan untuk
menampilkan suatu pekerjaan. Tujuan pembelajaran cenderung memperkuat
pentingnya tujuan konvensional dan tradisi pemilahan bidang kajian akademik
seperti, matematika, sains, bahasa, seni dan bidang teknis terapan untuk
mengembangkan dunia bsinis dan industri.
Sumber kurikulum technological cenderung lebih menekankan pada perpaduan subject matter dan masyarakat melalui
perkembangan teknologinya. Sementara untuk kepentingan learners.
2. 3. 4 Nilai Rujukan Academic
Terfokus pada perolehan hasil akademis.
Para ahli kurikulum orientasi akademis memandang kurikulum sebagai alat untuk
mengantarkan siswa pada bahan kajian dan disiplin ilmu (subject matter discipline dan organizad fields of study). Mereka
menganggap bahwa bahan kajian dan disiplin ilmu merupakan tujuan dari pada
sebagai sumber informasi untuk memecahkan masalah individu dan
masyarakat.Sumber kurikulum academic menekankan
pada subject matter.
Longstreet and Shane (1993) dalam buku
mereka, Curriculum for A New Millenium, mengungkapkannya
dalam istilah “Curriculum Design and The
Patterns Followed” dan
mengklasifikasikannya ke dalam empat dimensi yaitu terdiri dari: the Society-Oriented Curriculum, the
Child-Centered Curriculum, the Knowledge-Centered Curriculum dan the Eclectic
Curriculum.
The Society-Oriented Curriculum memfokuskan diri pada kehidupan
masyarakat. Para penganut aliran ini berkeyakinan bahwa tujuan sekolah (schooling) adalah melayani kebutuhan
masyarakat. Kehidupan masyarakat berikut kebutuhannya dijadikan dasar bagi
pemilihan konten pada kurikulum ini.
The Child-Centered Curriculum terfokus pada siswa. Para penganut
aliran ini berkeyakinan bahwa siswa merupakan sumber kurikulum yang sangat
penting. Oleh karena itu, konten kurikulum sangat flexibel untuk selalu berubah
mengikuti perkembangan belajar siswa.
The Knowledge-Centered Curriculum menempatkan knowledge sebagai bagian terpenting dari
kurikulum. Para penganut kurikulum ini berkeyakinan bahwa pemenuhan kebutuhan
masyarakat dan juga individual akan lebih baik manakala isi kurikulum terdiri
dari pengetahuan yang merefleksikan dibutuhkan masyarakat dan individunya.
The Eclectic Curriculum merujuk pada pemilihan isi kurikulum
yang didasarkan pada sejumlah sumber kurikulum yang berbeda. Para penganut
kurikulum ini berkeyakinan bahwa semua siswa harus mempelajari materi dan
aktivitas inti tertentu hingga siswa sesuai dengan keadaan masyarakat dan
memenuhi persyaratan kebutuhan masyarakat.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dasar-dasar
pengembangan kurikulum sangat penting untuk kemajuan pendidikan. Sebagai
seorang pendidik, guru harus mengetahui dan memahami arti penting kurikulum di dalam
pendidikan karena kurikulum sebagai acuan pendidik dalam melaksanakan proses
belajar mengajar.
B.
Saran
Setelah penulis
menguraikan masalah tersebut banyak sekali kekurangannya. Untuk itu kami
harapkan kepada bapak dosen khususnya dan kepada pembaca pada umumnya untuk
meneliti dan mengkaji kembali hal-hal yang berhubungan dengan masalah ini,
supaya para pembaca mendapat wawasan yang lebih luas, dan kami sangat
mengharapkan kritik dan sarannya untuk perbaikan kami dalam penyusunan makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2007. “Manajemen
Perkembangan Kurikulum”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. (2006). “Kurikulum dan Pembelajaran”. UPI Press Bandung.
Komentar
Posting Komentar